Twitter: @Glissandio

Sabtu, 02 Juni 2012

0 komentar

Badai Laut







Badai laut atau gelombang badai adalah ancaman yang sangat nyata pada daerah pesisir. Badai laut terjadi lebih sering dibanding bencana lainnya yang berasal dari laut seperti tsunami. Berbeda dengan gelombang tsunami yang terjadi karena adanya gangguan pada dasar laut (contohnya: gempa atau letusan gunung api bawah laut), badai laut terbentuk karena adanya ‘gangguan’ yang terjadi pada permukaan air oleh angin kencang (hurricannes, typhoons, tropical cyclones) yang mendorong masa air dari laut hingga ke pantai. Walaupun, badai laut dapat diprediksi dengan baik (kejadiannya) daripada tsunami, bencana ini tetap merupakan pembunuh nomor satu. Bencana akibat badai laut di Bangladesh telah menelan korban jiwa ratusan ribu nyawa seperti yang terjadi pada 1970 dimana badai Bhola membunuh lebih dari 300 ribu jiwa (lebih besar dari korban jiwa akibat Tsunami Aceh 2004). Amerika Serikat sebagai negara yang sudah maju di bidang teknik pertahanan pantai pun luluh lantak dihamtam Badai Katrina pada tahun 2005. Ribuan jiwa melayang di negara bagian Louisianna dan Missisipi.

Gambar 1a: Pantai yang luluh lantak akibat badai di Pantai Timur Thailand (courtesy of Dr. P. Rattanamanee)

Gambar 1b: Hutan pantai tumbang dihantam badai laut di Pantai Timur Thailand (courtesy of Dr. P. Rattanamanee)

Di Indonesia, kejadian badai laut jarang mengakibatkan kerusakan serius di pantai. Karena letak indonesia yang berada pada garis khatulistiwa dimana hurricane, typhoon atau cyclone tidak terjadi. Karenanya, badai yang menimpa perairan Indonesia sejatinya adalah ekor badai. Namun demikian, ekor badai ini cukup mengganggu aktifitas nelayan dan transportasi laut di perairan Indonesia. Korban jiwa pun kerap melayang sia-sia akibat kombinasi badai dan buruknya faktor keselamatan moda transportasi laut (kelebihan bobot muatan) [1].

Angin yang menggerakkan badai laut bisa mencapai lebih dari 200 km/jam mendorong permukaan air di laut lepas hingga ke daerah pantai dan menciptakan gelombang ekstrim dan meningkatnya permukaan air yang bisa berlangsung selama berjam-jam. Meningginya permukaan air akibat angin kencang (wind set-up) yang diiringi dengan tingginya gelombang yang berlangsung lama adalah faktor utama penyebab besarnya kerusakan akibat badai laut [3]. Besarnyadan durasi dari badai laut bergantung dari banyak hal seperti: intensitas badai itu sendiri, kecepatan angin, pasang surut, batimetri pantai, topograpi daerah pesisir, dan pasang surut. Badai laut yang hanya digerakkan oleh badai angin disebut gelombang badai (storm surges) dan kombinasi antara badai angin dan pasang surut disebut badai pasang surut (storm tides). 

Gambar 2: Contoh dari kenaikan permukaan air akibat gelombang badai (storm surge) dan badai pasang surut (storm tide) di pantai Virginia, USA (Boon, 2007)[2]

Saat badai laut menjalar ke daratan, tegangan geser angin (wind shear stress) dan kenaikan gelombang (wave set-up) menjadi factor yang sangat dominan dalam menentukan jangkauan banjir akibat badai laut ini.

1. tegangan geser angin (wind shear stress)
Gesekan seret (frictional drag) dari tiupan angin menimbulkan tegangan geser angin di permukaan air. Tegangan geser angin didefinisikan sebagai gaya horisontal per luasan permukaan air yang menyebabkan meningginya muka air (wind set-up). Tegangan geser angin (ts) dapat ditulis sbb:


 dimana:
 Gambar 3: sketsa definisi untuk tegangan geser angin [3]

Di daratan, tegangan gesek dasar (bottom shear stress) dan kemiringan tekanan hidrostatis (hydrostatic pressure gradient) menyeimbangkan gaya-gaya tegangan geser angin. Dengan menerapkan persamaan 1 pada persamaan gerak linear (linearized equation of motion) dan berasumsi bahwa aliran akan berhenti pada maksimum run-up. Kenaikkan muka air dapat ditrunkan sbb:


 Secara analitis, kenaikan muka air dari badai laut ini bisa pula dihubungkan dengan kondisi kemiringan pantai. Dean and Darlymple (1991) membahasnya lebih detail mengenai hal ini [4].

2. Kenaikan gelombang (wave set-up)
Saat badai gelombang, pada kurun waktu tertentu, gelombang yang pecah di pantai menyebabkan meningkatnya muka air dan meneruskan energi dan momentum dari gelombang pecah tanpa dapat kembali lagi karena tertimpa oleh gelombang pecah berikutnya yang datang bergantian secara terus menerus. Gelombang tinggi umumnya terjadi pada bibir pantai menyebabkan kerusakan serius pada infrastruktur (bila ada) dan erosi pantai. Namun, sebagian besar dari gelombang tinggi tidak menjalar jauh ke darat karena sudah terlebih dahulu pecah meninggalkan fenomena kenaikan (setup)  dan limpahan (runup). Kontribusi dari wave set-up dapat mencapai be 30%-60% dari kenaikan muka air akibat badai gelombang [5]. Besarnya kenaikan gelombang tergantung dari banyak factor seperti kemiringan pantai, kondisi gelombang datang, hambatan yang ada, dsb.

Kenaikan gelombang terdiri dari komponen ajek (steady) dan osilasi (oscillatory). Komponen ajek berasal dari penjalaran energi momentum dari gelombang pecar pada kolom air dan komponen osilasi berasal dari aspek-aspek nonlinear dari penjalaran energy momentum tsb. Sebagai pertimbangan praktis, Goda (2000) dan SPM (1984) menyediakan hubungan sederhana antara kenaikan gelombang takberdimensi (eta/Ho) dan kedua komponen tersebut.

Table 1: Kenaikan gelombang takberdimensi menurut Goda (2000) dan  SPM (1984) [6]

Dimana: Ho : tinggi gelombang di perairan dalam
Lo: panjang gelombang di perairan dalam

0 komentar:

Best viewed on firefox 5+
Frafiez Family © 2009 - 2014. Keep Cheerful for Shared