Antara tsunami aceh 2004 dan Bom termonuklir
Sebagian besar orang menganggap Tsunami
Aceh adalah bencana alam murni, sebagian kecil lainnya melihat “out of
the box” bahwa tsunami adalah hasil rekayasa senjata thermonuklir
Amerika yang diujicobakan. Salah satu dari mereka, M.Dzikron AM, dosen
Fak Teknik Unisba menjelaskan hipotesa tentang hal ini
- NOAA, National Oceanic and Atmospheric Administration, beberapa kali merubah data magnitudo dan posisi episentrum gempa, serta kejanggalan tidak adanya peringatan pada ‘seismograf’ di Indonesia dan India. Secara sederhana, gempa selalu dipicu oleh apa yang disebut frekuensi elektromagnetik pada 0,5 atau 12 Hertz, dan bukan merupakan sebuah proses yang terjadi secara mendadak spt tsunami di Aceh.
- Sebagian besar mayat yang ditemukan terbujur kaku dengan kulit berwarna hitam pekat, kematian akibat tenggelam tidak akan mengubah warna kulit sedemikian cepat dan sedemikian hitam, sebaliknya mayat-mayat hitam juga nampak pasca dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
- Kapal-kapal perang Amerika berdatangan dengan cepat dan bertahan di Aceh selama beberapa bulan bukan sekedar memasukkan bantuan namun juga mengawasi wilayah laut agar peneliti Indonesia tidak turun ke sana.
- Ditemukan sampah nuklir 2 bulan pasca tsunami di wilayah Somalia yang kemudian diungkap UNEP, yang diduga berasal dari Samudera Hindia.
HAARP (High Altitude Atmospheric
Research Project) adalah senjata yang didisain untuk menciptakan
bencana alam seperti gempa, badai dan tsunami. HAARP memiliki alasan
sendiri untuk dijadikan sebagai kekuatan baru dalam isu pemanasan
global, seperti dalam project teranyar mereka yang menggunakan ELF
(Extremely Low Frequency) untuk menembus lapisan tanah dan es kemudian
menghancurkan/melelehkan lempeng artik, melubangi ozon seperti yg sdh
dijelaskan, membuat gempa spt di Haiti, China dan Korea, serta
menciptakan ‘hurricane‘.
Jenis senjata HAARP yang digunakan
diperkirakan disebut Warhead Thermonuklir W-53 dengan kekuatan 9
megaton ternyata dapat dengan mudah ditempatkan dalam wadah yang mirip
diving chamber (alat selam dalam) yang biasanya digunakan dalam
eksploitasi minyak. Wadah ini sekaligus melindunginya dari tekanan
sebesar 10.000 pon per inchi persegi di dasar palung laut dalam. Bobot
total dengan wadahnya kurang dari lima ton, sehingga dapat dijatuhkan
dari buritan kapal suplai anjungan pengeboran minyak lepas pantai.
Metode teknologinya disebut SCALAR, yang menggunakan gelombang
elektromagnetik untuk memanipulasi kekuatan alam.
Teknologi perusak berbasis gelombang
elektromagnetik pertama kali dikenalkan saintis Rusia Nikola Tesla
Saintis ini menjadikan bencana gempa di berbagai negara pada 1937
sebagai sampel penelitian. Selanjutnya, Tesla melakukan penelitian
mengenai penciptaan alat yang mampu memunculkan gelombang frekuensi
tinggi yang bisa memicu badai dan gempa tektonik. Setelah melalui
berbagai penyempurnaan, alat itu mampu mengalahkan kekuatan Nuklir.
Belakangan senjata pemusnah massal itu dikenal sebagai elektromangnetik
SCALAR. Anehnya, rancangan Tesla ini kemudian hilang tak berbekas
setelah ia meninggal dan muncul kembali dalam program HAARP, padahal
ketika pertama kali ditawarkan kepada Pentagon, rancangan Tesla ini
ditolak mentah-mentah.
Menurut Bertell, AS sudah melakukan
uji coba sejak puluhan tahun lalu. Negeri Paman Sam menggunakan Barium
dan Lithium yang “dikirim” ke lapisan ozon dengan bantuan gelombang
elektromagnetik ke langit negara-negara asia. Teori Bertell didukung
Michel Chossudovsky yang berprofesi sebagai analis persenjataan global.
Chossudovsky menuduh Pentagon sudah lama membuat senjata untuk
memanipulasi cuaca. April 1997, menurut Menhan William Cohen, AS
terpaksa menghadapi serangan senjata perubah cuaca dengan senjata
sejenis. Demikian juga dengan penggunaan gelombang elektromagnetik
pemicu gempa dan tsunami.
Apa yang dijelaskan Bartell dan
Chossudovsky sebenarnya berada di luar nalar logika kita, sehingga kita
lebih percaya bahwa sebuah tsunami terlalu musykil dibuat dan
dirancang oleh manusia. Namun bila kita memikirkan isu apa yang saat
ini digadang-gadang oleh Amerika dan sekutunya, khususnya mereka yang
terlibat dalam manipulasi Pemanasan Global, maka senjata HAARP bukan
lagi cerita fantasy Hollywood, seperti orang-orang di seluruh dunia
yang sebelumnya tidak pernah percaya pada Bom Atom yang dijatuhkan
Enola Gay ternyata hasil rekayasa teknologi nuklir yang pada masa itu
dianggap begitu canggih.
Presiden Persaudaraan Pekerja
Muslim Indonesia (PPMI), DR Eggi Sudjana SH Msi mensinyalir, bahwa
bencana yang menimpa NAD dan sekitarnya bukanlah gempa dan gelombang
tsunami yang sesungguhnya. Akan tetapi sebuah gelombang bom termonuklir yang sengaja diledakkan di bawah laut .
Pendapat Eggi tersebut dikemukakan
kepada Wawasan, usai dialog menyoal seratus hari pemerintahan SBY, di
kantor pengacara Taufik SH di Solo. “Melalui pendapat dan analisa yang
dikemukakan pakar nuklir independen asal Australia Joe Vialls, saya
sepakat, bahwa ada indikasi kuat Amerika dengan dua kapal perangnya
satu diantaranya bernama USS Abraham Lincoln, berada di balik tragedi
itu,” katanya
Menurut Eggi, sebelum terjadi bencana
itu (Tsunami), Amerika telah mengeluarkan travel warning kepada warganya agar
tidak berkunjung ke Indonesia. Sementara masuknya kapal induk asing,
cukup mengundang pertanyaan, kenapa diperbolehkan oleh pemerintah kita.
Dengan kata lain, Jakarta tahu benar akan keberadaan kapal asing di
perairan kita
“Ada temuan kejanggalan lagi, CNN
selama ini memberitakan bahwa pusat gempa terjadi di dekat pulau We.
Sementara yang terjadi sesungguhnya di dekat pulau Nias dengan kekuatan
gempa hanya 5,4 skala richter. Namun yang terjadi adalah sebuah
gelombang susulan dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Ironisnya,
perusahaan AS Exxon yang ada di sana, luput dari bencana itu. Sehingga
ada dugaan keras, ada senjata pemusnah massal yang diarahkan ke sana,”
paparnya
Usai kejadian itu, lanjut dia,
tentara AS di kapal induk USS Abraham Lincoln yang jumlahnya 15.600
personil langsung diterjunkan. Sementara Kopassus dan Pasukan Reaksi
Cepat (PRC), yang fungsinya sebagai penanggulangan bencana sama sekali
tak diturunkan. Sementara India, Srilanka dan Thailand menolak
kehadiran tentara asing itu. Televisi Al Jazeera pernah menyiarkan,
bahwa bencana di Aceh bukanlah akibat gelombang tsunami. Akan tetapi
sebuah bom helium yang bersifat halus namun mematikan
“Kami menduga India memang sudah
tahu akan adanya bencana itu. Karena negara itu justru punya pencatat
gempa, yang bisa membedakan mana gempa sungguhan dan mana gempa buatan.
Di India di Tamil Nadu, merupakan pusat nuklir. Sehingga sudah
terdeteksi dulu.”
Menurut Eggi, Joe Vialls tahu
benar senjata termonuklir yang diledakkan di bawah laut akan
menimbulkan gelombang dahsyat. Sementara jika tsunami, ketinggian
gelombang maksimal, tidak akan mencapai seperti yang terjadi di Aceh.
“Sejarah juga mencatat, selamanya tsunami tidak berdampak membakar
korbannya, karena air. Namun sempat ditemukan tiga orang anak nelayan
Aceh yang terbakar dengan tubuh penuh oli.”
Disinggung rencana besar apa di
balik itu, Eggi mengatakan, AS ingin menjadikan pangkalan militernya di
Aceh. Hal itu dikuatkan dengan ditolaknya percepatan militer itu untuk
segera mengakhiri bantuannya di sana. Aceh juga akan dijadikan
jaringan pasar bebas perdagangan AS. “Dalam kontek ini, SBY lemah,
intelijen kita juga lemah. Apalagi TNI,” jelasnya.
2 komentar:
pertanyaan besar untuk bangsa indonesia agar mencari fakta kebenaran sehingga dapat di klarifikasi dengan pihak internasionaL.........
Good Comment